NU dan Muhammadiyah
Perbedaan NU dan Muhammadiyah
NU dan Muhammadiyah adalah organisasi Islam di Indonesia yang memiliki pengikut cukup banyak. Tidak hanya pengikut, pengaruh kedua organisasi tersebut pada negara ini juga cukup besar. Pengaruh itu mencakup hampir semua aspek seperti ekonomi, politik, sosial budaya, agama dan sebagainya. NU adalah singkatan dari Nahdlatul ‘Ulama yang berarti kebangkitan ‘ulama atau kebangkitan cendekiawan Islam. Organisasi ini berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 yang diprakarsai oleh KH Hasyim Asy’ari. Sedangkan Muhammadiyah diambil dari nama nabi Muhammad yang berarti orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Muhammadiyah berdiri pada tanggal 18 November 1912 atas prakarsa KH. Ahmad Dahlan.
Secara historis, kedua pendiri organisasi Islam tersebut—KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari—sama-sama mendalami ilmu agama di Arab Saudi. Sepulang dari Arab Saudi, keduanya bersepakat akan memberikan kontribusi bagi agama, nusa dan bangsa dengan cara melandasi putra putri bangsa Indonesia dengan pendidikian dan juga agama. Keduanya memakai cara yang berbeda dalam hal syiar sebab masing-masing berasal dari area dengan tradisi yang berbeda. KH Ahmad Dahlan berasal dari daerah perkotaan dan memilih cara syiar dengan pendidikan perkotaan sedangkan KH Hasyim Asy’ari yang berasal dari Jombang memilih metode pendidikan pesantren sebagai cara dakwahnya.
Di masa mudanya, persamaan amaliyah ubudiyah KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan dapat di baca di kitab Fiqih Muhammadiyah yang memiliki 3 jilid yang diterbitkan oleh Muhammadiyah Bagian Taman Pustaka Jogjakarta tepatnya pada tahun 1343-an H. Persamaan tersebut meliputi: sholat tarawih yang dijalankan 20 rokaat oleh keduanya. Publik menyampaikan bahwa KH Ahmad Dahlan adalah Imam sholat tarawih dengan jumlah rokaat yang sama tepatnya di Masjid Syuhada DIY. KH. Ahmad Dahlan juga melakukan talqin mayit di kuburan, ziarah, serta mengadakan acara tahlil dan juga yasinan seperti yang dilakukan oleh warga Nahdliyin. Perbedaan mencolok antara NU dan Muhammadiy adalah pada qunut sholat Subuh. NU memakai Qunut sedangkan Muhammadiyah tidak. Di masanya, KH Ahmad Dahlan selaku pendiri Muhammadiyah juga memakai qunut untuk sholat subuh. Kedua pendiri organisasi ini juga melakukan diba’an atau pembacaan sholawat untuk memuliakan nabi Muhammad SAW. Pada saat hari raya, kalimat takbir pada takbiran di ulang sebanyak tiga kali oleh keduanya. Kalimat qad qamat as-Shalat pada saat iqomah di ulang sebanyak dua kali dan diiringi dengan berdirinya para makmum dan imam sholat jamaah. Persamaan terakhir adalah itsbat hilal yang dua-duanya memakai rukyah.
Setelah adanya dominasi politik oleh salah satu organisasi dimana organisasi yang lain tidak memegang kendali sama sekali tepatnya pada tahun 1999, perbedaan yang mencolok antar keduanya semakin tampak ke permukaan. Pada dasarnya, perbedaan antar keduanya mencakup hal-hal sebagai berikut:
Nahdlatul ‘Ulama | Muhammadiyah | |
Tahun Berdiri | 31 Januari 1926 | 18 November 1912 |
Pemprakarsa | KH Hasyim Asy’ari | KH. Ahmad Dahlan |
Tarawih | 20 rakaat | 8 rakaat |
Tradisi pengamalan | Mengamalkan tahlil, yasin, manaqib, barzanji, ziarah kubur, dsb. | Tidak mengamalkan tahlil, manaqib, barzanji, ziarah kubur dsb. |
Qunut Solat Subuh | Membaca qunut sholat subuh | Tidak membaca qunut saat sholat subuh |
diba' | Gemar membaca sholawat(diba’an) | Tidak mengadakan majlis diba’ |
Khutbah sholat ied | 2 (dua) kali | 1 (satu) kali |
Pengucapan kalimat takbir dalam takbiran | 3 (tiga) kali | 2 (dua) kali |
Pengucapan kalimat iqamah | 2 (dua) kali | 1 (satu) kali |
Itsbat | Itsbat memakai rukyah | Itsbat memakai hilal |
Aspirasi atau orientasi politik | Berafiliasi dengan partai politik | Tidak berafiliasi dengan partai politik |
Perspektif pendidikan | Mengenyam banyak pendidikan pesantren yang salafi | Mengenyam banyak pendidikan formal dengan pertimbangan rasio yang lebih dominan |
Metode ijtihad | Bahtsul masail | Majlis Tarjih Muhammadiyah |
Perbedaan NU dan Muhammadiyah dalam hal tradisi ibadah
Dalam hal ibadah, bisa kita lihat perbedaan yang kentara antara NU dan Muhammadiyah. Pertama, pada bulan Ramadlan, warga Nahdliyin tarawih dengan jumlah rakaat sebanyak dua puluh dengan tiga rakaat witir. Sedangkan warga muhammadiyah jumlah rakaatnya adalah delapan dengan tiga rakaat witir. Kedua, bagi warga NU malam jum’at adalah malam yang sakral. Pada malam ini masjid diramaikan dengan bacaan maulid nabi, tahlil, yasin, manaqib syaikh abdul Qadir al-Jaelani, barzanji dan sebagainya sedangkan tidak demikian yang dilakukan warga Muhammadiyah. Ketiga, khutbah sholat Ied dilakukan sebanyak dua kali oleh warga NU sedangkan warga Muhammadiyah khutbah sebanyak sekali. Keempat, kalimat “allahu akbar” dalam takbiran hari raya diucapkan sebanyak tiga kali untuk warga NU sedangkan warga Muhammadiyah melafaldkannya sebanyak dua kali, kalimat qad qamat as-sholat dalam iqomat dibaca sebanyak dua kali untuk warga nahdliyin dan sekali untuk warga Muhammadiyah. Yang terakhir adalah itsbat penentuan jatuhnya hari raya, NU memakai dasar rukyah sedangkan Muhammadiyah memakai hilal sebagai dasarnya.
Perbedaan NU dan Muhammadiyah dalam hal aspirasi atau orientasi politik
Partai politik yang senada dengan Muhammadiyah tidak berarti didirikan oleh Muhammadiyah. Warga Muhammadiyah memahami bahwa Muhammadiyah secara historis bukan partai politik, tetapi organisasi sosial, agama, propaganda dan pendidikan. Di lain sisi, warga Nahdliyin familiar dengan karakter NU yang bergumul dengan partai. Sulit dibedakan apakah partai yang seirama dengan NU didirikan oleh kyai tertentu atau tidak.
Perbedaan NU dan Muhammadiyah dalam hal perspektif Pendidikan
Warga nahdliyin banyak menghabiskan waktu untuk belajar di pesantren yang salafi, mengolah sisi emosional dan “sendiko dawuh” pada ucapan kyai atau ulama tanpa banyak pertimbanganga logika, alhasil kurang rasional dan lebih simbolik. Di lain sisi, warga Muhammadiyah yang banyak mengenyam pendidikan formal terkesan lebih rasional dan objektif. Mereka memilih partai yang mereka pikir benar. Jika dalam perjalanan partai yang dipercaya tersebut tidak sesuai dengan rasio mereka, maka warga Muhammadiyah akan meninggalkan partai tersebut.
Perbedaan NU dan Muhammadiyah dalam Metode Ijtihad
NU memakai metode Bahtsul Masail untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi warga nahdliyin. Metode ini menekankan pendekatan cultural untuk menjaga nilai yang dahulu yang sudah baik dan mengambil nilai baru yang lebih baik dari masa mendatang. Pendekatan ini menerima pendekatan “cultural and local wisdom” dengan cara mengubah isi dari cultural dan local wisdom tersebut dengan nilai –nilai al-Qur’an dan as-Sunnah. Di lain sisi, Majlis tarjih Muhammadiyah yang disebut “Tajdid” menekankan pendekatan murni kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Tujuannya adalah untuk menemukan dan memurnikan kembali ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah dari serangan TBC (takhayul, bid’ah, churafat). Ini sesuai dengan jargon yang di usung warga Muhammadiyah yang berbunyi “back to Qur’an and Hadits”
Referensi:
- Construction of socio-cultural and political orientation of Muhammadiyah and Nahdatul Ulama. Pdf
- Perbedaan Metode Ijtihad Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah dalam Corak Fiqih Indonesia oleh Isa Ansori.pdf
- https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammadiyah
- https://id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_’U
Komentar
Posting Komentar